Selasa, 31 Desember 2013

ANALISIS KEBIJAKAN KONVERSI MINYAK TANAH KE LPG DI KOTA MALANG



• Dalam UU No. 2 / th 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) dinyatakan bahwa Pemerintah bersama dengan DPR telah bersepakat untuk menghapuskan subsidi BBM secara bertahap, namun demikian subsidi minyak tanah dikecualikan. Dengan kata lain meskipun telah menerapkan harga pasar untuk bensin dan solar, pemerintah masih mensubsidi minyak tanah untuk keperluan masyarakat berpendapatan rendah dan industri kecil.


• Dalam perjalanan dua tahun terakhir subsidi terasa sangat memberatkan karena besarnya volume yang harus disubsidi, seiring dengan berbagai krisis dan transisi yang terjadi dalam management energi nasional. Kondisi ini diperberat pula dengan bertahannya harga minyak dunia pada kisaran USD 0-60 per barel. Karena itu langkah pemerintah untuk melakukan konversi penggunaan minyak tanah ke bahan bakar gas dalam bentuk LPG (Liquefied Petroleum Gas) dianggap sebagai salah satu terobosan penting

• Dari berbagai sumber Pemerintah berencana untuk mengkonversi penggunaan sekitar ,2 juta kilo liter minyak tanah kepada pengguna 3, juta ton LPG hingga tahun 2010 mendatang yang dimulai dengan 1 juta kilo liter minyak tanah pada tahun 2007 (detik.,com,19/1/07). Langkah ini cukup strategis mengingat setelah penghapusan bensin dan solar, permintaan akan minyak tanah tidak memperlihatkan penurunan. Karena itu salah satu jalan yang bisa dilakukan adalah dengan mengurangi pemakaian minyak tanah.

• Di Jawa Barat belum siap dilakukan sepenuhnya dengan alasan masih belum siap (Uji Coba dilaksanakan di Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat pada Agustus 2006 yang melibatkan 500 KK, diperluas Desember 2006 di Kel. Cempaka Baru, Kec. Kemayoran Jak. Pusat dan Kel. Pabuaran Kec. Karawaci Tangerang), alasan belum siap khususnya pada kesiapan tangki LPG. Di Jawa Tengah Kota Semarang menolak dengan tegas dengan alasan belum siap.

Bagaimana dengan Kota Malang ???

• Secara geografis masyarakat Kota Malang tersebar di 5 Kecamatan mendiami daerah sepanjang DAS Brantas, daerah pinggiran, daerah –daerah slum di pusat kota dengan pekerjaan sebagai tukang becak, pengumpul barang bekas, dan pekerjaan lainnya yang tidak menetap dan seadanya, dimana selama ini memenuhi kebutuhan memasak dan penerangan rumah mengandalkan dari bahan bakar minyak tanah dan cukup membeli 0,5 lt – 1 lt atau seharga Rp.1.250 sampai Rp2.500 sudah dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan saat itu saja.

• Dilihat dari luas lahan tempat tinggal pada masyarakat di daerah-daerah slum dan pinggiran DAS Brantas dan Pinggiran Kota, fasilitas dapur yang tidak mendukung untuk operasionalisasi LPG (Apalagi dapur dan tempat tidurnya jadi satu).

• Hasil Poling pendapat yang dilakukan Lab. Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial terhadap 2.487 Masyarakat Kota Malang yang tersebar di 5 Kecamatan tentang konversi minyak tanah diperoleh data sebagai berikut :
- Terdapat 1.528 ( 61,4 % ) masyarakat menggunakan minyak tanah
- Terdapat 506 (20,3% masyarakat menggunakan LPG
- Terdapat 453 (18,3%) masyarakat menggunakan LPG dan minyak tanah untuk kebutuhan sehari-hari.
Dari data tersebut ditanyakan bagaimana pendapat Ibu-ibu dengan akan diberlakukannya pengurangan pasokan minyak tanah dan diganti dengan LPG, diperoleh data sebagai berikut :
- Terdapat 699 (28,1 %) masyarakat setuju dengan alasan :
1. LPG lebih murah dan terjangkau 175 ( 25.4 % ).
2. LPG lebih praktis, mudah, dan hemat 273 ( 39.6 % ).
3. Mengurangi polusi 241 ( 35 % ).
- Terdapat 1.788 (71,9% ) masyarakat tidak setuju dengan alasan :
1. Minyak tanah lebih murah dan terjangkau 584 ( 32.7 % ).
2. LPG Berbahaya / takut meledak atau kebakaran 326 ( 18.2 % ).
• LPG mahal 878 ( 49.1 % ).

• Kondisi masyarakat Kota Malang yang selama ini sangat bergantung pada minyak tanah. Maka :
- Minyak tanah jangan dihentikan total, tetapi bertahap danntetap harus ada agen yang menjual untuk kebutuhan masyarakat
- Antisipasi lampu padam. Di Jawa dan Bali untuk menghemat energi sudah dilakukan pemadaman listrik sejak 20 Juni 2007 (Metro TV). Untuk itu pengganti listrik di malam hari dibutuhkan penerangan alternatif yaitu lampu tradisional, yang bahan bakarnya minyak tanah.

• Konversi ini merupakan Proyek mercusuar karena di Kota Malang saja konversi ini mencapai mencapai 91.000 KK yang berarti akan ada bantuan sebanyak 91.000 kompor (satu tungku/dua tungku belum jelas) beserta LPG

Jika Konversi tetap dilaksanakan maka beberapa hal yang perlu mendapat perhatian serius adalah :

• Penerima konversi harus betul-betul tepat sasaran (keluarga miskin/gakin) untuk itu dibutuhkan pendataan yang valid melibatkan RT/RW yang dirasakan cukup tau persis akan kondisi masyarakatnya, sehingga jumlah dan nama-nama yang didaftarkan memang sebagai penerima harus menerima pada saat pembagian (jangan sampai terjadi seperti kasus BLT membawa HP dan memakai perhiasan lengkap ikut antri ambil BLT)

• Dibutuhkan SOSIALISASI yang melibatkan elemen masyarakat (RT/RW) atau ketua dasa wisma di lingkungan masing-masing, tentang :
- Kebijakan konversi minyak tanah ke LPJ, terutama kepada masyarakat penerima
- Adanya subsidi kompor dan LPJ (tanpa ada pungutan apapun)
- Pelatihan mengoperasionalkannya, sekaligus tehnis perawatan dan penggantian LPG jika habis dan harus diisi ulang

• Tersedianya isi ulang LPG 3 kg di Malang, sama dengan tersedianya pasokan minyak tanah selama ini, artinya masyarakat dapat dengan mudah membeli isi ulang, jangan sampai terjadi karena semua sudah memakai LPJ dan pasokan minyak tanah sudah dikurangi, cari tempat unmtuk isi ulang kesulitan. Ada tapi jauh, ada dekat tapi harga jualnya mahal.
Atau semua sudah pakai LPG tetapi stok tidak ada yang ujung-ujungnya harga LPG menjadi tinggi (permainan pasar).

• Perlu adanya jaminan keselamatan dan keamanan
- Adanya karet pengaman di setiap tabung yang baru
- Jaminan isi sesuai dengan yang tertera pada label luar kemasan
- Jika terjadi kecelakaan akibat penggunaan LPJ, perlu adanya jaminan kesehatan dari dinas terkait, misalnya dinas sosial dan kesehatan.

• Jika kita cermati rencana konversi ini jadual semula uji coba tingkat Nasional akan dilaksanakan Bulan Agustus 2008. Dan uji coba di Kota Malang direncanakan pada Agustus 2007. Atas desakan percepatan jadual yang dibuat oleh pertamina dan Hiswana Migas Malang sehingga bulan Juni 2007 dipatok untuk diterapkan konversi, kelihatan mendadak sekali dan sangat terburu-buru (Jawa Post 3 Mei 2007). Padahal Asisten II Sekkota Malang Sutiarsi masih mangaku akan mengkaji dulu, karena menurutnya jumlah 91.000 tersebut bukan jumlah yang kecil, semuanya harus siap dan tidak terburu-buru

• Jawa Post 28 Mei 2007 “Tabung belum tersedia, Pertamina pastikan Molor” ternyata tabung gas LPG yang berisi 3 kg belum datang ke Malang dengan alasan pertamina pusat mengalami kewalahan dalam memproduksi pesanan tabung yang mencapai jutaan buah. Ini mengindikasikan bahwa belum siap dan belum siaganya semua komponen, termasuk belum turunnya instruksi gubernur

• Memahami berbagai persoalan terkait dengan konversi yang perlu kesiapan dan kesiagaan untuk menghindari berbagai permasalahan yang ujung-ujungnya memberatkan masyarakat kecil, maka pelaksanaan konversi minyak tanah ke LPG perlu diundur sampai dengan awal tahun 2008 disamping terus disosialisasikan tentang konversi tersebut dan selama itu pula minyak tanah terus dipasok seperti biasa. Artinya pelaksanaannya dilakukan secara bertahap (misal : Minggu pertama 5 ribu buah, satu bulan berikutnya mencapai 10 ribu ). Uji coba 500 kk di kecamatan Kemayoran Jakarta hasilnya 99 % penerima konversi tidak mau lagi beralih ke minyak tanah lagi, ini menunjukkan bahwa :
1. Masyarakat bisa menerima
2. Masyarakat yang mensosisalisaikan dan merasakan efektifitas , efisiensi penggunaan LPG dari pada minyak tanah

Oleh : Tim Kerja Lab. Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial-FISIP-UMM
d/a. Masjid AR “Fachruddin” Lt. I.
Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang
Telp. (0341) 464318 psw.208

Tidak ada komentar: